David Efendi
Tentang duniaku yang melebar aku harus mengakui banyak berhutang budi kepada banyak manusia dan sekelilingku. Aku merasa bersukur lahir dan kecil di saat TV dan video game belum menjadi 'tuhan' dan 'berhala' baru generasi akhir-akhir ini. Pemilik TV di desa hanya 1 sampai dua saja mungkin. Pada saat itu masih pakek "aki." Jika saja tuhan terlambat "mengutusku" ke dunia fana ini saya bisa saja tidak sampai dewasa sudah lumat ditelan gelombang gelap zaman.
Sebelum masuk UGM, ada banyak lika-liku yang aku lewatkan. Setelah lulus dari SMA aku pun langsung menyabung masa depan ke Yogyakarta. Beruntung sekali tahun 2002 ada yang menerimaku dan memberikan tempat tidur dan berbagi atap denganku. Orang itu bernama Kacung Tole nama lain dari Cak Fajar. Persiapan UMPTN 2002 pun digelar selama beberapa minggu. Hasilnya UMPTN itu menempatkanku dalam list calon mahasiswa Ilmu sejarah UNY. Dan bukan UGM. Rasanya juga senang kalau bisa menjadi murid Prof Syafii Maarif. Ini ada dalam hatiku walaupun ada kecewa karena pilihan masuk HI UGM kandas. Aku pun pulang dan menjalani kembali beberapa minggu di kampung sebagai manusia tanpa aktifitas produkti. Sawah sudah dimakan air bengawan solo. Kadang menjadi 'preman' ngarit pari untuk yang masih keluarga sebab saya gak begitu hebat urusan 'mreman' kecuali mreman ngombeni pitik yang aku alami pada saat masih kelas 2 SMP selama 6 bulan.
Mak-ku melihatku gak jelas aktifitasnya terlihat agak 'murung.' Aku pun menyampaikan maksudku ingin ke Pare, belajar bahasa inggris dan akupun berangkat tanpa menunggu banyak alasan dan pertimbangan. Bertapalah aku dalam sunyinya alam Pare dan dinginnya malam....sampai terbilang minggu dan tanpa terasa sudah 5 bulan mengasingkan diri di Pare--tempat penting yang disebutkan oleh Prof Clifford Geertz sebagai desa "mojokuto. Aku tinggal di pondok Darul Falah di sana, bukan di kos-kosan. Kalau hari Jumat banyak makanan gratis di masjid Al Falah karena banyak yang kirim doa setiap malam jumat.
Dari Mojokuto menuju Graha Sabha Pramana
Petualangan itu harus diuji dengan test yang bernama UM UGM. Dengan sangat PD akan bahasa inggrisku, aku pun merasa sudah di atas angin untuk mematahkan soal-soal bahasa Inggris yang salam hidup menjadi 'momok' dan 'hantu' itu. Untuk Matematika harus tetap berguru dengan ustadz Iswarto. Pendekar dan pengamat pendidikan asal lereng Merbabu itu. Edan, sesulit apa pun soal dapat diselesaikan olehnya. Aku sehari-hari menghabiskan waktu di Masjid di bawah jembatan Sarjito itu. Sungguh-sungguh terjadi. AKu tinggal di bantaran kali code, di Kampungnya Terban namanya, banyak orang bergidik hanya kalau kita bilang tinggal di terban ketika orang bertanya tempat tinggal kita. Suatu malam saya di terminal Umbul Harjo. Ada "preman" yang mau melakukan kejahatan kepadaku--lalu teman preman itu ngabsen dulu dengan pertanyaan di mana tinggalmu?, aku pun jawab di Terban. Lalu urunglah dia 'menyentuh'ku. Terban kemudian aku kenal sebagai kampung 'preman' walau dari dekat kita gak merasakan aroma itu.
Petualangan itu harus diuji dengan test yang bernama UM UGM. Dengan sangat PD akan bahasa inggrisku, aku pun merasa sudah di atas angin untuk mematahkan soal-soal bahasa Inggris yang salam hidup menjadi 'momok' dan 'hantu' itu. Untuk Matematika harus tetap berguru dengan ustadz Iswarto. Pendekar dan pengamat pendidikan asal lereng Merbabu itu. Edan, sesulit apa pun soal dapat diselesaikan olehnya. Aku sehari-hari menghabiskan waktu di Masjid di bawah jembatan Sarjito itu. Sungguh-sungguh terjadi. AKu tinggal di bantaran kali code, di Kampungnya Terban namanya, banyak orang bergidik hanya kalau kita bilang tinggal di terban ketika orang bertanya tempat tinggal kita. Suatu malam saya di terminal Umbul Harjo. Ada "preman" yang mau melakukan kejahatan kepadaku--lalu teman preman itu ngabsen dulu dengan pertanyaan di mana tinggalmu?, aku pun jawab di Terban. Lalu urunglah dia 'menyentuh'ku. Terban kemudian aku kenal sebagai kampung 'preman' walau dari dekat kita gak merasakan aroma itu.
No comments:
Post a Comment